Menilik perjalanan kopi di Museum Kopi Banaran
Nona Pelangi
Oktober 31, 2017
0 Comments
Kopi sepertinya sudah melekat dalam keseharian masyarakat. Sekarang mudah saja menemukan ragam warung kopi tradisional hingga gerai kopi bergengsi di pusat perbelanjaan. Kini peran kopi tak lagi melulu sebagai minuman berkafein pembuka hari. Biji mungil ini bahkan mampu menjentik ide kreator novel dan film. Berkah tersendiri bagi Indonesia yang memenuhi sejumlah syarat mutu pengembangan kopi, hingga mampu menjadikannya sebagai komoditas unggulan.
![]() |
Sudut pabrik, berpenanda tahun 1911 |
Sejumlah wilayah di Kabupaten Semarang pun dikenal sebagai penghasil kopi. Salah satu yang telah dikelola secara profesional adalah Kampoeng Kopi Banaran (KaKoBa) yang berkonsep one stop tourism and education service. Tak hanya menyuguhkan paket lengkap wisata keluarga, PTPN IX selaku pengelola juga mampu mengemas edukasi didalamnya dengan apik. Selama ini Banaran lebih dikenal melalui agro wisatanya, selain tentu sebagai penghasil kopi. Nyatanya mungkin memang belum banyak yang tahu jika KaKoBa juga membuka museum kopi.
![]() |
Kopi Kopi Kopi Kopi |
Museum kopi Banaran terletak di Jalan Semarang-Magelang KM 51, Dusun Banaran, Desa Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. 1 lingkup dengan resto Banaran 9 Coffee and Tea dan bersebelahan dengan pabrik kopi Banaran yang telah beroperasi sejak tahun 1911 hingga saat ini. Perhatikan alamat yang saya tuliskan ya jika ingin mengunjungi museum kopi, agar tidak salah persepsi dengan KaKoBa Bawen.
![]() |
Museum Kopi Banaran |
Cukup dengan membayar tiket masuk seharga Rp 5.000 per orang (Oktober, 2017), kita sudah bisa berkeliling museum dengan didampingi seorang pemandu yang akan menjelaskan mengenai seluk beluk kopi. Oh iya, pengunjung museum juga akan diberikan free sample 1 sachet kopi bubuk Banaran. Yeaay.
Selama ini yang saya tahu, biji kopi ya bentuknya begitu saja. Sedikit lonjong dan berwarna kecoklatan. Bengong adalah reaksi pertama ketika melihat deretan stoples biji kopi dari berbagai daerah di Indonesia. Sebagai orang awam yang lebih sering minum kopi sachet, saya tidak pernah menduga bahwa warna serta aroma biji kopi Wamena, Papua ternyata berbeda dengan biji kopi Kintamani, Bali. Pun demikian dengan biji kopi Bengkulu, Toraja, Mandailing, Flores Bajawa, dsb. Nyaris tidak ada yang sama persis antara bentuk dan aroma, meski sama-sama disebut kopi. Unik.
Disini kita dapat melihat alat peraga penunjang pembuatan kopi, berupa grinder manual dari berbagai tahun dimasa lampau. Alat tertua semacam alu dan lesung, diberi label angka tahun 1911. Bergeser sedikit, akan didapati papan informasi alur skema pengolahan kopi. Metode Wet process dan Dry process. Dimulai sejak pemetikan kopi dari kebun, sortasi, proses pengolahan yang tentu berbeda dari kedua jenis metode tersebut, quality control, hingga pengemasan. Semuanya jelas dan dilengkapi dengan foto.
Profil perjalanan pabrik kopi Banaran yang tak bisa dipisahkan dari sejarah kopi dunia juga terangkum dalam museum ini. Saya baru tahu jika di tahun 1880, puncak produksi kopi Arabika di Jawa mencapai 94.400 ton. Jumlah yang sukar dilampaui, bahkan dengan teknologi pertanian saat ini yang semakin maju. Tapi bagaimanapun kita harus berbangga, karena Indonesia masih diranking 5 besar produsen dan eksportir kopi dunia. Bersanding dengan Brasil, Vietnam, dan Kolumbia (Sumber: dari sini). Jika sedang mencari referensi penelitian mengenai kopi, di museum kopi tersedia berbagai macam bahan literasi. Beberapa diantaranya bahkan masih berbahasa Belanda.
Setelah puas melihat museum, pengunjung akan diarahkan ke ruangan documentary di sebelahnya. Seorang ibu menyapa kami dengan ramah, rupanya beliau merupakan salah seorang pengelola yang akan menemani kami untuk coffee cupping.
Sederhananya, coffee cupping adalah proses mengobservasi rasa sebelum kopi itu tiba dalam cangkir para penikmat kopi.IDEALNYA, coffee cupping memang dilakukan oleh para professional yang telah terlatih tapi praktek ini—untuk skala non komersial—juga bisa dilakukan oleh siapapun. Termasuk Anda. Dalam coffee cupping (atau sering disebut juga dengan coffee tasting), bisa dikatakan, prosesnya terjadi di dua tempat, yaitu di mulut dan di hidung. Adalah penting untuk mengetahui “proses yang terjadi di dalam dua tempat ini” jika Anda pengin mencoba menseriusi coffee cupping atau sekedar ingin lebih tahu jika sedang membicarakan kopi.Bagian pertama dari proses pencicipan (cupping) adalah di dalam lidah, di sini kita akan merasakan karakteristik-karakteristik dasar dari kopi seperti acidity (karakter asam), sweetness (karakter manis), bitterness (karakter pahit), saltiness (karakter asin—jika ada), dan savories atau rasa intinya. Proses standar dari coffee cupping dimulai dengan mengendusnya dalam, lalu menyeruputnya dengan kuat sehingga kopi yang disesap itu bisa “terlempar” ke seluruh langit-langit mulut. (Sumber : majalah.ottencoffee.co.id)
Ada 2 varian biji kopi yang dapat dicoba, Robusta roasted dan Arabika roasted. Saya memilih keduanya. Petugas mempersilakan saya untuk menghirup aromanya secara bergantian sebelum digiling. Tak menunggu lama, 2 cangkir mungil kopi yang saya lihat langsung proses pembuatannya segera tersaji. Hmm .. lidah awam saya sih lebih suka Arabika, hehehe. Coffee Cupping ini gratis dan merupakan bagian dari fasilitas yang diberikan untuk pengunjung museum kopi.
Sebenarnya pengelola juga menyediakan tour keliling pabrik kopi Banaran. Sehingga pengunjung dapat melihat proses produksi kopi mereka secara langsung. Membayangkannya saja sudah seru ya, tour di pabrik kopi peninggalan Belanda yang telah berusia lebih dari 100 tahun. Sayangnya saya datang kesiangan, pas sekali ketika ibu-ibu pekerja sudah berkemas hendak pulang. Yaaah. Waktu terbaik untuk tour pabrik adalah pada saat musim panen, antara bulan Juni-Agustus. Karena bisa melihat proses pengolahan kopi dari awal. Diluar bulan-bulan tersebut bisa saja, hanya mungkin prosesnya sudah hampir selesai.
Museum kopi Banaran juga memiliki produk olahan berupa kopi bubuk yang dapat dijadikan oleh-oleh. Diantaranya, kopi cilik, mbahjoyo coffee (perpaduan robusta lanang/monokotil dan arabika), dan kopi lanang (terbuat dari biji kopi robusta monokotil). Yang paling membuat saya tertarik adalah produk Dakobar (daun kopi Banaran). Mirip seperti teh, terbuat dari daun kopi yang dikeringkan. Tentunya tidak sembarang daun kopi dapat diolah. Ada kriteria tertentu, juga faktor pendukung lain yang menjadikan produk ini terkesan limited dan sukar diproduksi massal.
Dengan demikian, bertambah lagi ya jumlah museum di Kabupaten Semarang, selain Museum Kereta Api dan Museum Palagan Ambarawa.
Yuhuu ... panggilan bagi para pecinta kopi ...
Jam Operasional :
Senin-Sabtu : jam 09.00 - 14.00 wib
Minggu dan tanggal merah : tutup
Untuk tour pabrik, sebaiknya datang diantara jam 10.00-12.00