Nah yang ini adalah lanjutan cerita saya sebelumnya, masih tentang kelenteng dan pojok2 Lasem. Di Lasem sendiri ada 3 kelenteng tua. Salah satunya sudah saya ceritakan
disini. Sayangnya saya hanya sempat mengunjungi 2 kelenteng saja. Kurang lengkap ya rasanya? Tapi tak apalah, mungkin lain waktu saya akan datang lagi kemari.
 |
Kelenteng Gie Yong Bio, Lasem |
 |
Ornamen diatas pintu gerbang Kelenteng Gie Yong Bio |
 |
Sesuai keterangan, bahwa kelenteng ini didirikan pada tahun 1780. Untuk menghormati 3 karib tokoh masyarakat Lasem. Salah satu diantaranya adalah penduduk pribumi, yaitu Raden Panji Margono, adipati Lasem 1714-1727 |
 |
Bagian depan kelenteng Gie Yong Bio. Sama seperti di Kelenteng Cu An Kiong, disini pun dindingnya dipenuhi oleh lukisan kuno dengan tinta bak |
 |
Lukisan dinding dengan tinta bak yang usianya sudah ratusan tahun :") |
 |
Sebuah meja altar di dalam Gie Yong Bio |
 |
Beberapa lampion di dalam kelenteng, ada juga lampu gantung bergaya kolonial. |
 |
Lukisan dinding timbul bergambar naga dan macan terletak di depan kelenteng |
 |
Meja altar Raden Panji Margono. Ini pertama kalinya saya melihat patung pribumi berpakaian Jawa lengkap di dalam kelenteng.Konon katanya, hanya disinilah satu-satunya kelenteng di Indonesia yang didalamnya terdapat kongco (dewa suci dimuliakan) orang pribumi. Altar ini dibangun tersendiri & terpisah dari altar yang lain, tapi masih dalam satu kesatuan bangunan kelenteng. Ini adalah bukti nyata relasi yang terjalin baik antara orang pribumi dengan orang Tionghoa di Lasem |
 |
Batik tulis Lasem. Sebagai salah satu kain penutup meja altar di kelenteng Gie Yong Bio |
 |
Sepulang dari Lasem, saya melalui jalan alternatif yang berbeda daripada saat awal berangkat dari Semarang. Sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan seperti ini di kedua sisi jalan :) Sangat kontras dengan Jalan raya di sepanjang Pantura yang didominasi truk2 besar penyumbang polusi. hahahha |
|
|
 |
Setelah melewati jalan yang berliku-liku dengan diapit pepohonan karet yang rapat di kedua sisinya, maka akan bertemu bukit kapur di sebuah ruas jalan yang dikelilingi kompleks persawahan. Ini bukit gedeee banget :)) |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
 |
Benteng Portugis, akhirnya sampailah saya disini. Tujuan berikutnya selepas dari Lasem. Bangunan ini terletak diatas bukit. Untuk menuju ke lokasi, sudah dibangun jalan beraspal kecil yang melingkari bukit. Sebenarnya untuk kendaraan roda 4 hanya bisa sampai pada parkir depan. tapi karena kami datang tidak pada saat weekend jadi dapat kelonggaran. Dan benar saja, jalannya benar2 sempit, hanya muat untuk 1 mobil dengan jalan berkelok, menanjak, dan berlubang di beberapa titik. Errrrrr .... rada serem, tapi ya mau puter balik dimana. Akhirnya lanjut saja, sambil berdoa agar tidak berpapasan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan. Sebenarnya benteng ini simple saja, dengan dinding kokoh melingkar dan beberapa meriam yang menghadap ke laut & Pulau Mandalika. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pulau Mandalika dilihat dari Benteng Portugis |
Akhirnya, selesai sudah perjalanan saya hari ini. menyusuri eksotika Lasem & menapaki salah satu wilayah penghujung Pulau Jawa di benteng Portugis. Sudah puas? Tentu saja belum, perjalanan ini hanya singkat. Masih banyak lokasi di Lasem yang ingin saya datangi suatu saat nanti :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar